Jumat, 17 Desember 2010

Waspada Melalui Mitigasi Bencana

SILIH bergantinya bencana alam yang menimpa bangsa Indonesia sering dimaknai dalam dua pandangan. Secara religi, bencana alam sering diartikan sebagai teguran dari Yang Mahakuasa agar kita sebagai umat-Nya menjadi umat yang taat.

ecara ilmiah, posisi geografis dan geologis Indonesia memang merupakan negara dengan potensi bencana yang besar dan beragam, mulai gempa bumi dan tsunami, banjir, angin puting beliung, kebakaran hutan, gunung meletus, dan bencana lainnya.

Menyadari besarnya potensi bencana yang dapat terjadi di negeri ini, hendaknya pemerintah dan masyarakat memiliki kemampuan mitigasi bencana yang baik.

Mitigasi bencana merupakan bagian penting dari rangkaian manajemen bencana. Sejauh ini, pemerintah belum proaktif memberikan pengetahuan tentang mitigasi bencana kepada masyarakat.

Umumnya, jika telah terjadi bencana baru memberikan informasi terkait penanganan bencana tersebut.

Sejauh ini, upaya itu pun belum maksimal karena setiap kali terjadi bencana seakan-akan kita kembali belajar dari awal tentang upaya penanggulangannya.

Upaya mitigasi dalam penanggulangan bencana diartikan sebagai pengenalan daerah rentan bencana dan membekali kesiapsiagaan masyarakat.

Mitigasi bencana juga dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana untuk menghilangkan atau mengurangi dampak dari sebuah bencana, baik sebelum, ketika, dan sesudah terjadinya bencana.

Sayangnya, pengetahuan dan kemampuan mitigasi bencana itu masih minim dimiliki oleh masyarakat. Sebagai contoh, tewasnya ratusan ribu jiwa dalam tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004. Salah satunya karena mereka tidak mengetahui tanda-tanda akan datangnya tsunami.

Masyarakat pesisir Aceh justru senang ketika air laut surut secara tiba-tiba dan tanpa segan memperebutkan ikan yang melimpah di bibir pantai. Padahal, surutnya air laut secara tiba-tiba merupakan sebagian dari tanda-tanda datangnya tsunami besar.

Berbagai bencana alam yang terjadi mengajarkan akan pentingnya mengenali lingkungan, sekaligus menganalisa tanda-tanda alam yang menyertainya.

Tinggal di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara yang berada di dekat pertemuan dua lempeng benua, yakni lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang selalu mengalami proses perusakan dan pembangunan secara silih-berganti, berarti dihadapkan pada berbagai fenomena kegempaan (seisme), pergeseran lempeng (tektonisme), dan kegunungapian (vulkanisme).

Walaupun tidak berada di dekat pertemuan dua lempeng tersebut, kita yang tinggal di Kalimantan tidak berarti luput dari bencana. Banjir dan kebakaran hutan sering kali datang dan upaya mitigasinya pun belum maksimal.

Sayangnya, sejauh ini kita belum mengenali lingkungan di mana kita hidup, sehingga kurang memiliki kesigapan dalam menghadapi berbagai bencana. .

Sebenarnya ada banyak tanda atau fenomena alam yang mengisyaratkan kita untuk senantiasa waspada terhadap ancaman bencana. Secara turun temurun, nenek moyang kita telah mempelajari tanda-tanda alam sebagai upaya mitigasi bencana itu.

Namun, akibat pengaruh perkembangan teknologi, kemampuan menganalisa tanda-tanda alam itu bukannya dipertahankan malah semakin menghilang. Padahal, bentuk-bentuk kearifan lokal terbukti besar pengaruhnya terhadap kemampuan manusia dalam menghadapi bencana.

Penggalian terhadap kearifan lokal sangat diperlukan, karena dapat memberikan pemahaman dan panduan dalam lingkup tradisi lokal mengenai cara menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan terhadap ciri-ciri bencana dan larangan melakukan kegiatan yang merusak keseimbangan ekosistem.

Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal perlu dibangun sejak dini. Dalam hal ini, mitigasi tidak hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi menjadi budaya dalam perilaku masyarakat.

Langkah efektif yang bisa dilakukan antara lain melalui pembekalan kepada masyarakat, baik melalui pendidikan di bangku sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat umum.

Yang Maha Kuasa menciptakan bencana belum tentu karena murka, karena bencana juga merupakan mekanisme alam untuk memperbaiki sistem alam itu sendiri. Bencana juga bisa dipandang sebagai cara untuk belajar menjalani hidup.

Oleh karena itu, kita diharapkan mampu menghadapi bencana dengan segala pengetahuan yang dimiliki dan memaknainya sebagai pelajaran yang berharga untuk kepentingan di masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar