Jumat, 17 Desember 2010

MITIGASI BENCANA TSUNAMI

a. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Struktural

Upaya structural dalam menangani masalah bencana tsunami adalah upaya teknis yang bertujuan untuk meredam/mengurangi energy gelombang tsunami yang menjalar ke kawasan pantai. Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinya tsunami, karateristik gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur bangunan, maka upaya structural tersebut dapat dibedakan menjadi 2(dua) kelompok, yaitu :

Alami, seperti penanaman hutan mangrove/ green belt, disepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.

Buatan,Pembangunan breakwater, seawall, pemecah gelombang sejajar pantai untuk menahan tsunami,

Memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan kaidah teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana, dengan mengembangkan beberapa insentif anatara lain Retrofitting dan Relokasi

b.Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Non Struktural

Upaya Non structural merupakan upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi structural maupun upaya lainnya. Upaya non structural tersebut meliputi antara lain :

Kebijakan tentang tata guna lahan/ tata ruang/ zonasi kawasan pantai yang aman bencana,

Kebijakan tentang standarisasi bangunan (pemukiman maupun bangunan lainnya) serta infrastruktur sarana dan prasarana,

Mikrozonasi daerah rawan bencana dalam skala local,

Pembuatan peta potensi bencana tsunami, peta tingkat kerentanan dan peta tingkat ketahanan, sehingga dapat didesain komplek pemukiman “akrab bencana” yang memperhaikan berbagai aspek,

Kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat kawasan pantai,

Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami,

Penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami dan,

Pengembangan system peringatan dini adanya bahaya tsunami.

Ancaman tsunami dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu ancaman tsunami jarak dekat (local) dan ancaman tsunami jarak jauh. Kejadian tsunami di Indonesia pada umumnya adalah tsunami local yang terjadi sekitar 10-20 ment setelah terjadinya gempa bumi dirasakan oleh masyarakat setempat. Sedangkan tsunami jarak jauh terjadi 1-8 jam setelah gempa dan masyarakat setempat tidak merasakan gempa buminya.

Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan

Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

Peningkatan masyarakat peduli api.

Peningkatan penegakan hukum.

Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini.

Pembuatan waduk di daerahnya untuk pemadaman api

Pembuatan skat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan hutan.

Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.

Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.

Melakukan pengawasan pembakaran lahan dengan cara pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.

Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen.

Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.

Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan kompos, briket arang dll).

Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan.

Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang lebih luas.

Mitigasi Bencana Gunung Berapi/ Erupsi

1.Pemantauan,aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat pencatatgempa (seismograf). Data harian hasil pemantauan dilaporkan ke kantorDirektorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandungdengan menggunakan radio komunikasi SSB. Petugas pos pengamatan Gunungberapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda setempat.

2.Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG ketika terjadipeningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain mengevaluasi laporandan data, membentuk tim Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke lokasi,melakukan pemeriksaan secara terpadu.

3.Pemetaan, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi dapat menjelaskanjenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arahpenyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos penanggulangan bencana.

4.Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika, danGeokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dandokumen lainya.


5.Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerahserta masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuksosialisasi dapat berupa pengiriman informasi kepada Pemda danpenyuluhan langsung kepada masyarakat.

MITIGASI SETELAH BENCANA GEMPA BUMI

• Jika anda masih berada dalam gedung, maka yu keluar dengan tertib, jangan gunakan Lift, gunakanlah tangga.

• Periksa sekeliling anda, apakah ada kerusakan, baik itu listrik padam, kebocoran gas, dinding retak dsbnya. Periksa juga apakah ada yang terluka. Jika ya, lakukanlah pertolongan pertama.

• Hindari bangunan yang kelihatannya hampir roboh atau berpotensi untuk roboh

• Carilah informasi tentang gempa tersebut, gunakanlah radio tadi

MITIGASI KETIKA BERLANGSUNG GEMPA BUMI

• Yang pertama sekali adalah DON’T BE PANIC, kuasai diri anda bahwa anda dapat lepas dari bencana tersebut.

• Menghindar dari bangunan, pohon, tiang listrik dsb yang berkemungkinan roboh menimpa kita. Jika anda berada dalam gedung, berusahalah untuk lari keluar. Jika tidak memungkinkan berlindunglah di bawah meja yang kuat, tempat tidur. Atau berlindunglah di pojok bangunan, karena lebih kuat tertopang.

• Perhatikan tempat anda berdiri, karena gempa yang besar akan memungkinkan terjadinya rengkahan tanah.

• Jika anda sedang berkendara, matikan kendaraan anda dan turunlah. Jika anda sedang berada di pantai, maka berlarilah menjauhi pantai tersebut. jika anda sedang berada di daerah pegunungan, maka perhatikan disekitar anda apakah ada kemungkinan longsor.

MITIGASI GEMPA BUMI (SEBELUM GEMPA BUMI)

1. Sebelum terjadi gempa

Beberapa hal yang dapat kita lakukan agar selalu siaga adalah

• Dirikanlah bangunan (kantor, rumah dsb) sesuai dengan kaidah2 yang baku. Diskusikan lah dengan para ahli agar bangunan anda tahan gempa. Jangan membangun dengan asal-asalan apalagi tanpa perhitungan

• Kenalilah lokasi bangunan tempat anda tinggal atau bekerja, apakah tidak berada pada patahan gempa atau tempat lain seperti rawan longsor dsb.

• Tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional. Jika anda punya lemari, ada baiknya dipakukan ke dinding, agar tidak roboh dan ikut menindih ketika terjadi gempa. Jika ada perabotan yang digantung, periksalah secara rutin keamananya.

• Siagakanlah peralatan seperti senter, kotak P3K, makanan instan dsb. Sediakan juga Radio, karena pada saat gempa alat komunikasi dan informasi lain seperti Telpon, HP, Televisi, Internet akan terganggu. Radio yang hanya menggunakan baterai akan sangat berguna disaat bencana.

• Selalu periksa penggunaaan Listrik dan gas, matikan jika tidak digunakan.

• Catatlah telepon-telepon penting seperti Pemadam kebakaran, Rumah sakit dll.

• Kenalilah jalur evakuasi. Beberapa daerah di Indonesia, khususnya daerah rawan Tsunami, saat ini telah membangun jalur evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Seperti di daerah saya, Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat telah dibangun jalurnya.

• Ikutilah Kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa yang sudah mulai dilakukan oleh beberapa daerah seperti Kota Padang, Sumatera Barat. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat Jepang. Sehingga mereka tidak canggung lagi ketika terjadi bencana. Dengan mengikuti kegiatan ini, kita akan terbiasa dengan bentuk2 peringatan dini yang disediakan pemerintah daerah, seperti sirine pertanda Tsunami, Sirine Banjir dsb.

PENCEGAHAN BANJIR

MITIGASI BANJIR

Banjir tidak dapat sepenuhnya dihindari, namun masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya banjir dan mengurangi dampaknya dengan melakukan tindakan- tindakan seperti:

1. Membersihkan selokan, got dan sungai dari sampah dan pasir, sehingga dapat mengalirkan air keluar dari daerah perumahan dengan maksimal.
2. Membuat sistem dan tempat pembuangan sampah yang efektif untuk mencegah dibuangnya sampah ke sungai atau selokan.
3. Menambahkan katup pengaturan, drain, atau saluran by-pass untuk mengalirkan air keluar dari perumahan.
4. Memperkokoh bantaran sungai dengan menanam pohon dan semak belukar, dan membuat bidang resapan di halaman rumah yang terhubung dengan saluran drainase.
5. Memindahkan rumah, bangunan dan konstruksi lainnya dari dataran banjir sehingga daerah tersebut dapat dimanfaatkan oleh sungai untuk mengalirkan air yang tidak dapat ditampung dalam badan sungai saat hujan.
6. Penghutanan kembali daerah tangkapan hujan sehingga air hujan dapat diserap oleh pepohonan dan semak belukar.
7. Membuat daerah hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.
8. Melakukan koordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghindari banjir yang dapat juga berguna bagi masyarakat di daerah lain.

Tindakan-tindakan pencegahan ini sebaiknya dimulai dan dilaksanakan 2-3 bulan sebelum musim hujan. Permohonan untuk dukungan dapat ditujukan kepada institusi pemerintahan seperti Departemen Pekerjaan Umum atau Dinas Kebersihan untuk kegiatan-kegiatan tertentu.

PELATIHAN MITIGASI DI MASYARAKAT

Waspada Melalui Mitigasi Bencana

SILIH bergantinya bencana alam yang menimpa bangsa Indonesia sering dimaknai dalam dua pandangan. Secara religi, bencana alam sering diartikan sebagai teguran dari Yang Mahakuasa agar kita sebagai umat-Nya menjadi umat yang taat.

ecara ilmiah, posisi geografis dan geologis Indonesia memang merupakan negara dengan potensi bencana yang besar dan beragam, mulai gempa bumi dan tsunami, banjir, angin puting beliung, kebakaran hutan, gunung meletus, dan bencana lainnya.

Menyadari besarnya potensi bencana yang dapat terjadi di negeri ini, hendaknya pemerintah dan masyarakat memiliki kemampuan mitigasi bencana yang baik.

Mitigasi bencana merupakan bagian penting dari rangkaian manajemen bencana. Sejauh ini, pemerintah belum proaktif memberikan pengetahuan tentang mitigasi bencana kepada masyarakat.

Umumnya, jika telah terjadi bencana baru memberikan informasi terkait penanganan bencana tersebut.

Sejauh ini, upaya itu pun belum maksimal karena setiap kali terjadi bencana seakan-akan kita kembali belajar dari awal tentang upaya penanggulangannya.

Upaya mitigasi dalam penanggulangan bencana diartikan sebagai pengenalan daerah rentan bencana dan membekali kesiapsiagaan masyarakat.

Mitigasi bencana juga dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana untuk menghilangkan atau mengurangi dampak dari sebuah bencana, baik sebelum, ketika, dan sesudah terjadinya bencana.

Sayangnya, pengetahuan dan kemampuan mitigasi bencana itu masih minim dimiliki oleh masyarakat. Sebagai contoh, tewasnya ratusan ribu jiwa dalam tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004. Salah satunya karena mereka tidak mengetahui tanda-tanda akan datangnya tsunami.

Masyarakat pesisir Aceh justru senang ketika air laut surut secara tiba-tiba dan tanpa segan memperebutkan ikan yang melimpah di bibir pantai. Padahal, surutnya air laut secara tiba-tiba merupakan sebagian dari tanda-tanda datangnya tsunami besar.

Berbagai bencana alam yang terjadi mengajarkan akan pentingnya mengenali lingkungan, sekaligus menganalisa tanda-tanda alam yang menyertainya.

Tinggal di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara yang berada di dekat pertemuan dua lempeng benua, yakni lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang selalu mengalami proses perusakan dan pembangunan secara silih-berganti, berarti dihadapkan pada berbagai fenomena kegempaan (seisme), pergeseran lempeng (tektonisme), dan kegunungapian (vulkanisme).

Walaupun tidak berada di dekat pertemuan dua lempeng tersebut, kita yang tinggal di Kalimantan tidak berarti luput dari bencana. Banjir dan kebakaran hutan sering kali datang dan upaya mitigasinya pun belum maksimal.

Sayangnya, sejauh ini kita belum mengenali lingkungan di mana kita hidup, sehingga kurang memiliki kesigapan dalam menghadapi berbagai bencana. .

Sebenarnya ada banyak tanda atau fenomena alam yang mengisyaratkan kita untuk senantiasa waspada terhadap ancaman bencana. Secara turun temurun, nenek moyang kita telah mempelajari tanda-tanda alam sebagai upaya mitigasi bencana itu.

Namun, akibat pengaruh perkembangan teknologi, kemampuan menganalisa tanda-tanda alam itu bukannya dipertahankan malah semakin menghilang. Padahal, bentuk-bentuk kearifan lokal terbukti besar pengaruhnya terhadap kemampuan manusia dalam menghadapi bencana.

Penggalian terhadap kearifan lokal sangat diperlukan, karena dapat memberikan pemahaman dan panduan dalam lingkup tradisi lokal mengenai cara menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan terhadap ciri-ciri bencana dan larangan melakukan kegiatan yang merusak keseimbangan ekosistem.

Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal perlu dibangun sejak dini. Dalam hal ini, mitigasi tidak hanya sebagai sistem peringatan dini tetapi menjadi budaya dalam perilaku masyarakat.

Langkah efektif yang bisa dilakukan antara lain melalui pembekalan kepada masyarakat, baik melalui pendidikan di bangku sekolah maupun pelatihan kepada masyarakat umum.

Yang Maha Kuasa menciptakan bencana belum tentu karena murka, karena bencana juga merupakan mekanisme alam untuk memperbaiki sistem alam itu sendiri. Bencana juga bisa dipandang sebagai cara untuk belajar menjalani hidup.

Oleh karena itu, kita diharapkan mampu menghadapi bencana dengan segala pengetahuan yang dimiliki dan memaknainya sebagai pelajaran yang berharga untuk kepentingan di masa mendatang.

MITIGASI BENCANA LONGSOR

Mitigasi bencana longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut. Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksi cuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.

Pemanfaatan data satelit khususnya untuk aplikasi data satelit untuk bencana geologi dihadapkan pada masalah pemilihan jenis data dan metode pengolahannya. Kebutuhan data dengan resolusi tinggi (spasial, spektral, temporal) perlu dikombinasikan menjadi suatu aplikasi komplementer, sehingga keunggulan masing-masing data dapat dimanfaatkan.

Khusus dalam aplikasi data ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer), hingga saat ini telah banyak dilakukan riset untuk menyusun model pengolahan data bagi aplikasi bencana geologi. Namun, untuk penerapannya di Indonesia perlu dilakukan riset dengan cara mengkaji karakteristik band yang berhubungan dengan bencana geologi sehinga dapat disusun model pengolahan datanya untuk tujuan operasional.

Sementara itu data ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah jenis data satelit yang masih relatif baru, meskipun sudah diluncurkan sejak Januari 2006, namun pemanfaatan datanya belum banyak dikaji secara intensif.

MITIGASI BENCANA BANJIR

MITIGASI SEBELUM BENCANA BANJIR

Memperhatikan jaringan sungaiagar airnya dapat mengalir dan tidak terhambat oleh sampah
Menyediakan tempat-tempat evakuasi untuk korban bencana banjiryang dekat dengan sarana kesehatan

MITIGASI BENCANA ALAM MENURUT UU NO.26/2007

Menimbang bahwa secara geografis NKRI berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

Kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung seperti tercantum dalam penjelasan pasal 5 ayat 2, yang termasuk kawasan bencana alam antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang,dan kawasan rawan banjir.

Kegiatan Mitigasi

A. Penataan ruang
B. Pengaturan Pembangunan, Pembangunan Infrastruktur, Tata Bangunan Dan
C. Penyelenggaraan Pendidikan, Penuyluhan, Dan Pelatihan Baik Secara Konvensional Maupun Modern

Beberapa Rencana Mitigasi

1. Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan penduduk
2. Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code) disain yang sesuai.
3. Melakukan usaha preventif dan merealokasi aktifitas yang tinggi ke daerahyang lebih aman dengan mengembangkan mikrozonasi
4. Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan dengan maksud menyerap energi dari gelombang Tsunami.
5. Mensosialisasikan dan melakukan trainin yang intensif bagi penduduk dan warga setempat
6. Membuat early warning system sepanjang pantai/perkotaan yang rawan tsunami.

Apa yang disebut dengan MITIGASI ?

Mitigasi adalah segala sesuatu yang dilaksanakan untuk memperkecil atau meniadakan seluruh atau sebagian dari akibat bencana.

Sabtu, 11 Desember 2010

GEMPA BUMI
TSUNAMI
ERUPSI
BANJIR
LONGSOR
KEBAKARAN HUTAN

MITIGASI BENCANA ALAM

KAMI DARI KELOMPOK 2 PLH SEMBILAN I , yang beranggota 
AHMAD HILYATUL LUBI
JIBRILA KARIMATUL M.
RAISY IKRIMAH
RATU SALSABILA
RIZKI MAULANA T